Bagaimana pendapat anda tentang mahar dalam agama dan adat?
MIDEUEN ACEH.EU.ORG , — Pada dasarnya, Islam tidak menetapkan jumlah minimal dan jumlah maksimal seseorang memberikan maskawin, tidak ada batasan yang harus ditentukan. Karena adanya perbedaan kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rizki masing-masing orang berbeda. Selain itu setiap masyarakat mempunyai adat dan tradisinya sendiri.
Karena itu masalah jenis dan jumlah mahar diserahkan kepada kemampuan, keadaan dan tradisi mereka. Jadi boleh memberi maskawin dengan uang, cincin besi, mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan sebagainya yang penting adanya kesepakatan dari kedua belah pihak yang melakukan aqad nikah.
Dalil yang dijadikan dasar tidak ada batas minimal dalam maskawin ini adalah keumuman ayat “dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina” (QS. An-Nisa: 24) sebagaimana tersebut diatas.
Kata amwal yang artinya “harta” dalam ayat di atas mencakup harta yang sedikit juga harta yang banyak, tidak disebutkan berapa batasan minimal dan maksimal maskawin, karena itulah, maka boleh dengan berapa saja selama ada keridlaan dari si calon isteri.
Dalam hadits riwayat Al-Bukhari sebagaimana telah disebutkan diatas: “berikanlah meskipun hanya berupa cincin besi”, disini tegas bahwa mahar boleh dengan apa saja selama ia berupa harta sekalipun berupa cincin besi.
Namun demikian, dalam memahami persoalan kadar banyak-sediktitnya maskawin, para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang batasan besaran maskawin. Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari kalangan Tabi’in berpendapat tidak ada batasan maskawin, segala sesuatu yang menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan maskawin. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah memberikan batas minimal maskawin, yaitu tiga dirham menurut riwayat yang terkenal dari Malik dan sepuluh dirham menurut Abu Hanifah. Demikian disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid (***)
Post a Comment