Acheh - Isu referendum ini sudah berlalu beberapa tahun namun masih hangat di bicarakan dalam Tiap pertemuan . Dari pantei jaga sampai ke meulasah masih men jadi isu sijjuk suum untuk di bicarakan. Dari sisi bangsa aceh ini adalah angin segar dalam mencapai Taraf Hukum dan syariah secara kaffah di tegakkan tanpa intervensi penerintah pusat . Namun dari sisi Hukum dan undang undang pemerintah republik indonesia ini adalah satu kata Yang sakral dan terlarang untuk di ucapkan. Bagaimana tidak sekaliber muallem Yang notabe nya orang dalam pemerintah terancam di proses Hukum dengan sebab satu kata referendum bagaimana lagi dengan rakyat Yang tidak ada kekuatan apa apa dalam membela diri. Dengan di bungkam nya muallem dalam status hukum kedepan Siapa lagi Yang berani bersuara tentang hal demikian itu.
Nah dari sisi lain semua elite seolah cuci tangan dengan kata-kata panas muallem ini.
Sebagaimana wali nanggroe Teuku Malex berkata “ ini hanya retorika muallem saja “ tanpa melihat dan menganalisa dulu sebab musabab beliau langsung mengklem ini retorika saja . Nah ini metode cuci tangan waly. Disisi lain apa kariya mempermasalah keluar nya bahasa referendum ini dari muallem karena menurut apa kariya , ada Yang lebih Berhak untuk bicara Referendum ini dari pada muallem semisal para Perunding MOU Helsinki dan para elit Gam dan Peutuha nanggroe lah yang pantas bersuara referendum ini bukan muallem karena muallem masih lapis kedua dalam tubuh kelembagaan . Tidak berhak mendahului petinggi Gam lain dalam mengutarakan sikap politiknya.
Di lain pihak isu Yang di lontarkan muallem ini ingin di wacanakan sebagai suatu solusi dalam menyikapi semua persoalan Yang belum selsai dalam UUPA . Dengan membela dan mendukung statement muallem seperti fakhrurazi. Rafli dan tokoh aceh lain nya. Ada juga yang menentang isu referendum ini dengan sangat a lot dalam media media online dan media sosial . Bahkan melaporkan ke kepolisian sebagai kasus makar . Hanya satu kata referendum saja bisa jadi kasus makar ini dapat di nilai sendiri kelompok Yang bersilap demikian dari mana dan tentu saja tuduhan mereka di aminkan oleh pusat.
Karena sudah ada Yang melapor makar dan pusat pun mengeluarkan ancaman dan kecaman yang menohok dan memojokkan kita sabagai bangsa aceh atas bahasa muallem tentang referendum itu. Yaitu mengungkitkan Lagi Kenangan DOM . Ini sama saja mengungkit luka anak yatim Yang orang tuanya belum di katahui kuburnya . Inilah pemerintah pusat . Seharusnya Menhan rachudu dan menkopolhukam wiranto serta pemerintah pusat melihat dasar hukum dan undang undang kebebesan berpendapat sesuai UU republik indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANGKEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUMBAB IV BENTUK-BENTUK DAN TATA CARAPENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM Pasal 9
(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
- Unjuk rasa atau demontrasi;
- Pawai;
- Rapat umum; dan atau
- Mimbar bebas.
(2) Penyampaianpendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:
- di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah,instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat, dan
- objek-objek vital nasional;
- pada hari besar nasional.
(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat(1), dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Dari demikian Kami rasa muallem tidak ada dallil hukum untuk di seret ke pengadilan dan di proses hukum . Begitu juga efek kata referendum ini tidak bisa di takut takuti dengan mengirin TNI kembali dan aceh di jadikan Wilayah DOM kembali . Pernyataan kepala mentri indonesia ini sudah di luar jalur hukum dan memancing keruh dalam kejernihan suasana damaian di aceh . Seharusnya pemerintah pusat tidak usah menyulut api pada minyak Yang belum kering setelah hampir 50 tahun tumpah dalam bentuk darah di serambi Makkah ini
Di sisi lain Saya pada dasar nya melihat ini sebagai retorika saja seperti yang di lihat teuku Malex namun setelah mempelajari banyak hal Yang tidak selsai seperti masalah KKR , masalah Bendera, masalah qanun jinayat dan qanun lain serta intervensi hukum dan ke tidak adilan saya Menyimpulkan Bahwa sudah sewajarnya refendum ini di wacanakan sebagaimana pendapat para elite politik dalam negeri semisal fahrurrazi, rafli dan tokoh negeri lainnya
Bagi saya ini merupakan sikap politik Yang sangat tepat yang di ambil oleh muallem . Saya sendiri mendukung sikap politik tapi harus di Garis bawahi bagi saya tidak setuju kita memohon dan sujud pada pemerintah pusat memintak referendum ini. Namun kita bisa mengisukan ini ke pada perunding MOU Helsingki . Nanti mereka memberi penilaian pada kasus dan butir MOU Yang tidak bisa di jalankan dan pihak mana yang memulai kesalahan. Nah kita bisa membuka lagi point 6.1.c tentang unsur Yang tidak bisa di selsaikan bersama maka Tim monitoring akan memanggil kedua belah pihak yaitu RI dan GAM untuk menyelsaikan bersama Yang di saksikan UNI eropa dan international dalam mengambil langlah hukum dan keputusan
Dalam Hal ini bila pihak Yang berseberangan tidak membuahkan Hasil dalam forum bersama . Alangkah baiknya keputusan di kembalikan kepada rakyat dalam bentuk Referendum masih dalam koridor Tim monitoring MOU Helsingki karena sengketa ini belum selsai dan Tim Monitorning serta UNi Eropa tidak bisa melepas tangan begitu saja sehingga kembali terjadinya komplik di Nanggroe Aceh Darussalam (*)

Post a Comment