News - Factor ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya konflik yang dilakukan oleh gerakan separatisme di Aceh (GAM) adalah pada masa Orde Baru kebijakan Pemerintah ditekankan pada pembangunan dengan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik. Aset sumber daya alam di Aceh dieksploitasi dalam konteks pembangunan ini.
Pabrik LNG dan pupk Iskandar Muda yang dibangun di Aceh maju pesat. Bahkan Indonesia menjadi salah satu eksportir LNG terbesar dan 90% dari produksi pupuk ditujukan bagi ekspor. Namun, berdasarkan kebijakan yang diambil pada masa rezim Orde Baru yang sentralisasi, ekonomi Aceh terkonsentrasi oleh power dan otoritas yang berpusat di Jakarta, maka pembangunan di Aceh tidak mengalami kemajuan yang signifikan bila dibandingkan keuntungan pusat yang diperoleh dari wilayah Aceh.
Akibat dari pembangunan yang terlalu banyak di Jakarta adalah rakyat Aceh mengalami kesengsaraan dan kesusahan dimana di wilayah Aceh Utara dan Aceh Timur tercatat 2.275 desa miskin pada tahun 1993. Hal ini membuat rakyat Aceh sadar bahwa yang seharusnya menikmati hasil dari sumber daya alam adalah masyarakat Aceh sendiri bukan pusat. Hal inilah yang membuat rakyat Aceh semakin kecewa dengan pemerintah pusat. Kesadaran rakyat Aceh tentang ketidakadilan pusat terhadap Aceh dimanfaatkan oleh GAM, dimana GAM memperoleh kekuatan setelah industri gas dan minyak di Aceh Utara berdiri pada tahun 1970 (*)
Sumber Bacaan Tim Peneliti LIPI, op. cit, hlm. 54-55 Dan Postingan Sejarah Kita di 07.07

Post a Comment