WASHINGTON DC - DIAM PADA FENOMENA POLITIK 


Foto Documentasi : Safur Baktiar di Mesjid As sabireen Pannsyvania | Sebagai Masyarakat Kecil Kita Harus Diam Atas Fenomena Politik dan Pemerintahan Sekarang 

MIDEUEN ACEH.EU.ORG , WASHINGTON DC - Sambil mencari hikmahnya, Kami ingin bercerita tentang perlunya diam disaat menghadapi orang² yang bersikap kasar dan tidak pandai berkomunikasi baik secara nyata maupun dalam bermedia sosial serta individu yang menjalankan roda pemintahan yang kurang peka terhadap rakyat baik dalam menangani wabah corona atau konser musik ramadhan dan macam ragam masalahb lain sekarang ini sedang viral di media sosial

Sebelum memulai cerita, seperti biasanya, mari kita lihat amburadurnya sistem dalam pemerintahan sekarang ini. penanganan masalah yang lamban dan respon pesimis masyarakat membuat seolah nanggroe kita kekosangan kekuasaan walau ada pemimpin khusus nya di daerah aceh sehingga menajdi boomerang dan mebuat rakyat yang tidak memiliki kesabaran berdiri tegak dengan mengeluarkan sumpah serapahnya melalui media sosisal dan media lainnya.

Di sisi lain pertikaian politik dan sumpah serapah masyarakat kepada pemimpin membuatkan kita berpikir PLANT Z untuk menjaga diri dari dausa dengan Allah subahanahuwataala serrta ancaman penjara pencemaran nama baik orang yang mulia di sisi hukum dan pemeintah walau tidak mulia di pandangan masyarakat . oleh karena itu kita wajib diam karena suasana seperti ini bukan wacana baru tetapi merupakan sebuah tragedi yang di wariskan dan di alami oleh ulama cerdik pandai terdahulu semisal sejarah Ibnu Sina.

Tahukah kalian siapa Ibnu Sina ?

Adalah tahun 980 sampai 1037 ada seorang mumpuni bernama Ibnu Sina. Seorang filsuf, penulis, ahli obat dan pengobatan juga ilmuwan yang cukup handal. Adapun karyanya yang tersohor adalah al-Qanun fi At-Tibb tentang ilmu obat dan pengobatan.

Suatu hari Ibnu Sina melakukan perjalanan dengan Kuda kesayangannya. Pada suatu tempat yang dianggap nyaman, ia berhenti beristirahat. Kuda diikat ditempat yang sedikit teduh. Diberi makanan jerami dicampur rumput pilihan. Ibnu Sina tahu binatang itu tidak boleh dimusuhi bahkan disiksa. Harus disayang karena membantu manusia.

Ibnu Sina duduk di tempat lebih teduh tak jauh dari Kuda, sambil menikmati bekal yang dibawanya.
Tiba-tiba datang seseorang menunggang Keledai. Ia turun dan mengikat Keledai berdekatan dengan Kuda milik Ibnu Sina. Dengan maksud supaya Keledainya bisa ikut memakan jerami dan rumput pilihan. Dan orang tersebut pun duduk dekat dengan Ibnu Sina berada.

Ketika ia duduk dan ikut makan, Ibnu Sina mengingatkan,
"Keledaimu jauhkan dari kudaku
supaya tidak dislentak/ditendang."
Orang yang diajak bicara itu tersenyum sambil menoleh ke Kuda dan Keledai.
Namun plak. Si Keledai ditendang kuda hingga luka cidera.
Pemilik Keledai marah² kepada Ibnu Sina dan meminta tanggung jawabnya. Ibnu Sina diam saja.
Sampai kemudian si pemilik Keledai mendatangi hakim dan meminta agar Ibnu Sina membayar atas luka cidera Keledainya.
Saat ditanya oleh hakimpun Ibnu Sina terdiam.
Hakim kemudian berkata kepada orang yang mengadu,
"Apakah ia bisu ..... ?"
Orang itu menjawab
"Tidak, tadi bicara padaku."
Hakim bertanya lagi,
"Apa yang ia katakan ..... ?"
Orang itu kembali menjawab,
"Jangan dekatkan Keledaimu nanti ditendang Kudaku."
Setelah mendengar jawaban itu, sang hakim tersenyum dan berkata kepada Ibnu Sina
"Anda ternyata pintar. Cukup diam dan kebenaran terungkap."
Sambil tersenyum Ibnu Sina berkata kepada hakim,
"Tidak ada cara lain untuk menghadapi orang bodoh selain dengan diam."
Dan kebenaran akan menemukan jalannya sendiri
Itulah kenapa sebabnya kenapa saya memilih diam. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post