( *** ) Senja hari ini begitu indah, semilir angin yang merdu diikuti tarian lembut sang ilalang. Aku Masih dalam ilusi setelah terpental jauh oleh letusan granat bebera menit yang lalu . Dałam Suasana sakaratul maut ini , Ilusi dalam jiwaku mengingatkanku pada kejadian dua tahun yang lalu sebelum aku di rawat di rumah sakit karena Panas yang tak kunjung reda semacam syndrom yang terus menggigau hampir 3 minggu di tali infus. Entah mengapa hidupku langsung berubah drastis 360° bagaikan terhipnotis oleh Alam manya, aku masih ingat penyebab pertama aku terjatuh dan langsung panas syndrom seluruh tubuh.
saat ini aku masih dalam pasantren aulia sebutan untuk manusia yang bermain dengan alam manya. setelah di bakar oleh zikir jiwa ku berbisik pada sukma. sudah saatnya untuk mencoba mengumpulkan energi dari alam, mulanya aku mencoba kesatuan energi alam dari damainya lautan dan semilir angin pantai kemudian aku mencoba kokohnya gunung. setelah tiga unsur alam ini aku rasa sukses ku satukan dalam kundalini kemudian aku mencoba yang terakhir unsur api. aku mulai dări sima bulan purnama dan terakhir aku mencoba energi matahari setelah zuha dan aku langsung tumbang hingga harus di opname ke rumah sakit hampir satu bulan di balik tali infus.
Tiba-tiba......Allahu rabbi aku tersadar, apakah aku sudah dalam hisap amal masa lalu , pikirku saat tersadar.... " assalamualaikum ".... suara lembut seorang gadis membuat Aku terhentak sambil membukan mata yang sangat berat. sekarang aku menemukan diriku sudah terbalut dengan kain siprei dalam gerobak dorong diantara tumpukan cucian. di sekujur tubuhku , aku masih merasakan pegal dan sangat berat di gerakkan. Kemudian gadis berkerudung itu mengucapan sepatah kata yang membuat hatiku langsung luluh lantak bagaikan tsunami yang menyerang Aceh pada saat itu. Suara lembut, dan kerudung berwarna hijau yang dipermainkan oleh angin menambah keanggunan seorang gadis soleha.
Dia berkata " Diamlah , Banyak Tentara sedang menyisir sungai menuju kesini "
Kata ini sangat merdu di telingaku yang saat itu Aku masih berusia 18 tahun, baru menyesaikan SMA . Belum Cukup masuk kategori dewasa bagi seorang laki-laki seperti ku yang menghabiskan waktu di asrama pasantren belajar dan mengaji sambil sekolah di sekolah umum dekat pasantren tepatnya di kaki bukit Cot Bate Geulungku. Saat itulah rasa ingin tahuku tentang segala hal muncul satu per satu menggerogoti kehidupanku. Apa yang seharusnya tidak dilakukan, terpaksa aku lakukan karena rasa keingintahuanku tentang hal-hal yang baru yang dapat merugikan diriku sendiri. inilah hasil yang ku dapati hari ini hanya menghitung detik menjemput maut. bila skenerio itu meleset semua akan tamat riwayat disini termasuk gadis shalehah itu. " tidak ..tidak .." bisikku dalam hati aku harus bertahan dan selamat dari kejaran tentara untuk keselatan gadis itu dan semua orang kampung.
Masih sangat membekas di ingatanku , pada Saat itu aku di bawah pohon akasia dekat hamparan ilalang yang tak jauh dari kampung tempat dimana aku terbaring lusuh tiada berdaya di dampingi seorang gadis belia, aku melampiaskan rasa sakit hatiku dalam diam dan menahan sakit dalam tetesan air mata terhadap kawan-kawanku yang seakan tidak pernah peduli dengan keadaanku. padahal mereka juga terjepit dan mungkin sudah syahid tapi ini lah jiwa muda merasa di tinggalkan namun tuhan mengirim malikatnya untuk menolong. Setiap aku tersedar dari koma , aku selalu frustasi dengan masalah yang aku hadapi ini dan aku merasa tidak ada seorang pun yang mempedulikanku, mereka membiarkanku mati di ujung bedil tentara. namun allah mengirimkan sang mursyid dalam jiwaku walau di ujung kematian aku masih bisa bertawasul dengan mursyidku dalam Zikir Ismut-zat yang menemaniku saat tersadar setia setiap 10 menit sekali sambil menahan rasa sakit. aku hanya mampu menuruti arahan gadis shalehah itu tanpa bergerak dan mencoba menerima kenyataan semoga hari ini Aku selamat dari Pengejaran Aparat keamanan.
Dari kejauhan derap langkah tentara memecah teduhnya alam. ilalang menangis terinjak dan terzalimi oleh derap kaki dan tanpa perasaan , pohon-pohon kecil di babat dengan parang oleh pembawa jalan yang biasa kami langgil cuak dalam kelompok tentara itu. sebentar kemudian aku pun kembali terdampar dalam mimpi tidak sadarkan diri dalam gerobak dan tumpakan jemuran gadis itu.
( Next : Embun di pucuk cemara )
.
Post a Comment