Cerpen - Di sini, di tempat inilah aku terjatuh bersimbah darah, serpihan-serpihan besi alumunium tertancap hampir di seluruh tubuhku, biji-biji peluru TNI kian melengkapi sakaratul maut ku waktu itu, terasa ngilu dan sedikit pegal di punggungku. Sempat bertanya, entah apa yang ku perjuangkan, diri sendiri, keluarga, atau mungkin negeri yang semerawut ini? Genggaman erat AK 45 pun tak terasa terlepas perlahan, mataku sayup terkantuk menyambut tidur yang ku pastikan akan nyenyak. Teriringi bayang-bayang penyemangat dari seorang sosok pelopor anti penjajah. Seruan kerasnya membuatku tersenyum sesaat sebelum aku…

“Dengarlah aku wahai rakyatku, kita sebagai orang Mulia harus menjaga harga diri dan martabat negeri ini, jangan sampai mereka mengambil semuanya dari kita!”
Dengan gagahnya ia menyerukan perlawanan dari penjajahan orang-orang Datang dari pusat Pemerintahan itu.
“Kalian jangan diam saja, ayo kita lawan dan kobarkan semangat Sebagai cita-cita tertinggi bangsa kita. MERDEKA… MERDEKA… MERDEKA…!”


Semua orang kian berseru ‘MERDEKA… MERDEKA… MERDEKA!’.
Semangatku berkobar, kekuatan juangku dibangkitkannya, tak ada lagi rasa takut, yang ada hanyalah kata ‘Berjuang dan melawan’.

Tiba-tiba suara asing menyapaku di semak-semak pertempuran.

“Hai kawan?”

Aku menoleh dengan tetap menggenggam geranat yang hendak ku lemparkan untuk mengelabui musuh, karena untuk melawan rasanya tidak mungkin lagi di balik rimbunan bambu ini hanya aku yang tersisa sambil menyerbu selongsong peluru agar TNI bertahan tidak bisa maju. setelah pasukan pejuang mundur menjauh masuk ke semak belukar , aku tidak tau tiba-tiba senjata yang ku pegang terhenti dan macet , mungkin karena terlalu panas hingga terjatuh ketanah . 

Dengan sigap aku acungkan sebilah rencong yang di wariskan kakek ku dari generasi ke generasi dan tepat menancap di leher sang penyapa itu. aku bersuara dengan lirih " maafkan ku kawan, kalau engkau islam bersyadatlah " aku pun bangkit dan sigap sambil berlari melemparkan geranat ke regu TNI yang sedang menyergapku. namun naas sebutir peluru  pistol sang komandan musuh tepat mengenai pergelangan tangan ku dan granat yang sudan aktif terjatuh sekitar 3 meter di depanku. aku mesih sempat mendengar sang komandan musuh berteriak dengan lantang.

" mundur... mundur...mundur... " 

" tiarap....tiarap....tiarap..... " 

Dalam kekalutan itu aku terus berlari dari pingir sungai Keruh dan mengalir deras karena beberapa hari ini hujan tiada reda, letaknya berjarak 5 meter di belakangku namun geranat tidak menunggu waktu dalam hitungan detik , " DOOOOOOM " meledak dengan suara dahsyat , aku pun terpental jauh dan aku masih bisa mengingat nya bangaimana ledakan itu menerbangkanku ke tengah sungai hingga aku sejenak tidak lagi mengingat apapun hingga aku merasa diriku sudah menutup mata menuju kehadirat sang pencipta...... 

Apakah perang akan merengut hidupku atau aku akan Allah selamatkan sebagai bukti sejarah ............ 

( Bersambung ke   - Senja di Padang Ilalang  ) 






Post a Comment

Previous Post Next Post