AUSTRIA - REPLIKA MESJID RAYA BAITURRAHMAN
Gambar Replika Masjid Raya Baiturrahman terletak di sebuah taman miniatur terbesar di dunia bernama Taman Minimundus di Klagenfurt, Karintia, Austria. |
KARINTIA - AUSTRIA | Replika Masjid Raya Baiturrahman terletak di sebuah taman miniatur
terbesar di dunia bernama Taman Minimundus
di Klagenfurt, Karintia, Austria. Bangunan pada replika tersebut
terlihat sangat mirip dengan aslinya. Miniatur ini menggunakan skala
1:25. ini sebuah jawaban bagi kami, mengapa turis manca negara memilih baiturrahman sebagai target kunjungan mereka. kami pernah berjumpa dengan sepasang warga austria di depan mesjid raya. saya bersama kanda sunyi dan kanda salam masa cuek aja , sedangkan sedangkan istri yang berpapasan dengan mereka saling menyapa dan pembericara sampai ke enak nya kuliner aceh yang mereka tidak tau namanya.
Mungkin saja mereka memakan kuah beulanggong tanpa nasi goda istri saya pada mereka. mereka pun curiga dengan logat bahasa inggris kami dan mereka menanyakan kami asli warga mana. kami pun bercerita kami juga perantau yang pulang kampung dari amerika . nah disini letaknya bukan kita yang mempromosi pariwaisata kita tapi orang lain dari negeri lain, lalu di mana peran pemerintah dan kita dalam mempromosi budaya kita pada dunia seperti orang bali dan papua yang tanpa henti bergerak membenah sektor wisata mereka.
Masjid Raya Baiturrahman awalnya dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Gerrit Bruins. Desainnya kemudian diadaptasi oleh L.P. Luijks, yang juga mengawasi pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Lie A Sie. Desain yang dipilih adalah gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin.
Interiornya dihiasi dengan dinding dan pilar be-relief, tangga marmer dan lantai dari Tiongkok, jendela kaca patri dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda. Pada saat penyelesaiannya, desain yang baru pada masanya ini sangat kontras dibandingkan dengan masjid-masjid khas Aceh disaat itu, yang mengakibatkan banyak orang Aceh menolak untuk shalat di Masjid Raya Baiturrahman ini, ditambah lagi karena masjid ini dibangun oleh "orang kafir" Belanda. Namun sekarang, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi masjid kebanggaan masyarakat Aceh.
Kalau Kita Telusuri sejarah Mesjid Raya Baiturrahman telah ada sejak era kejayaan Kesultanan Aceh dan bertahan hingga saat ini. Masjid ini telah melalui berbagai hal, mulai dari tragedi pembakaran oleh kolonial Belanda tahun 1873 hingga hantaman tsunami di akhir 2004. Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Bagian atap masjid ini dibuat sesuai dengan ciri khas masjid-masjid di Indonesia pada masa itu, atap limas bersusun empat. Terdapat dua versi sejarah mengenai riwayat pembangunan masjid ini. Sebagian sumber menyebutkan masjid ini didirikan pada 1292 M oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah. Sementara, sumber yang lain menyebutkan masjid ini didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Dalam perjalanannya, masjid ini pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Runtuhnya bangunan masjid memicu meletusnya perlawanan masyarakat Aceh. Mereka berjuang mempertahankan masjid hingga darah penghabisan. Pada pertempuran tersebut, pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Pembangunan ulang masjid ini merupakan bagian dari upaya meredakan resistensi rakyat Aceh terhadap pendudukan Belanda. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Masjid yang terletak di pusat Kota Banda Aceh ini kemudian mengalami beberapa kali perluasan. Yang pertama terjadi pada tahun 1936. Atas upaya Gubernur Jenderal A. PH. Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kanan dan kiri masjid. Selanjutnya, pada tahun 1958-1965, bangunan masjid kembali diperluas. Pada perluasan kedua ini ditambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat (mihrab). Kelima kubah ini merupakan perlambang lima elemen dalam Pancasila.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26 Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat – meskipun terjadi kerusakan di beberapa bagian masjid. Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
Masjid Raya yang asli dibangun pada tahun 1612 di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Ada juga yang mengatakan bahwa Masjid Raya Baiturrahman yang asli dibangun lebih awal pada tahun 1292 oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah. Masjid Kerajaan yang asli menampilkan atap jerami berlapis-lapis yang merupakan fitur khas arsitektur Aceh.
Ketika Kolonial Hindia Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 10 April 1873, masyarakat Aceh menggunakan Masjid Raya yang asli sebagai benteng pertempuran, dan menyerang pasukan Royal Belanda dari dalam masjid. Pasukan Royal Belanda pun membalas dengan menembakkan suar ke atap jerami masjid, yang menyebabkan masjid terbakar. Jendral Van Swieten pun menjanjikan pemimpin lokal bahwa dia akan membangun kembali Masjid Raya dan menciptakan tempat yang hangat untuk permintaan maaf. Pada tahun 1879 Belanda membangun kembali Masjid Baiturrahman sebagai pemberian dan untuk mengurangi kemarahan rakyat Aceh.
Konstruksi dimulai pada tahun 1879, ketika batu pertama diletakkan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil, yang kemudian menjadi imam pertama di Masjid Raya baru ini, dan diselesaikan pada 27 Desember 1882 ketika masa pemerintahan Sultan terakhir Aceh, Muhammad Daud Syah. Banyak orang Aceh yang awalnya menolak untuk beribadah di Masjid Raya Baiturrahman yang baru ini karena dibangun oleh orang Belanda, yang awalnya merupakan musuh mereka. Namun sekarang Masjid ini telah menjadi kebanggaan Masyarakat Aceh.
Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertahta sebagai Sultan Aceh yang terakhir.
Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah-kubah dan Menara-menara ekstra baru ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982. Hari ini Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah dan 8 menara, termasuk yang tertinggi di Banda Aceh.
![]() |
Arsitektur dan Desain[sunting | sunting sumber] |
Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertahta sebagai Sultan Aceh yang terakhir.
Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah-kubah dan Menara-menara ekstra baru ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982. Hari ini Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 kubah dan 8 menara, termasuk yang tertinggi di Banda Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman selamat dari peristiwa Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang hanya mendapatkan sedikit kerusakan seperti beberapa dinding yang retak. Salah satu menara 35 meter juga mengalami sedikit keretakan dan menjadi sedikit miring akibat gempa tersebut. Disaat kejadian bencana alam tersebut, Masjid ini digunakan sebagai tempat penampungan sementara untuk orang-orang yang terlantar dan baru dibuka kembali untuk ibadah setelah 2 minggu. (**)
Post a Comment