MIDEUEN ACEH.EU.ORG , YAMAN  - Baru saja kita melewati hari peringatan peristiwa besar yang terjadi didalam sejarah islam yang didalam Al-Quran disebut dengan Yaumul-Furqan yaitu peristiwa perang Badar yang terjadi pada hari yang ke tujuh belas dari pada bulan Ramadhan.

Beberapa hari ini banyak teman-teman Facebook memposting kisah singkat peristiwa ini dan jumlah serta nama-nama Sahabat yang ikut bertempur Bersama Rasulullah saw didalam perang Badar, yang mana dari amatan kami di urutan nama-nama pasukan Badar itu di nomor yang ke seratus dua puluh tiga (123) terdapat Nama Tsa’labah bin Hathib.ra, semoga Allah Meridhainya. Yang mana kisahnya sangat masyhur dan popular, banyak diceritakan oleh para penda’wah, penceramah dan para Teungku-teungku dalam Khutbah Jumat ketika membahas tentang orang kikir yang tidak mau menunaikan zakat dengan tanpa menyebut referensi sumber dari kisah tersebut.

Kisah singkat yang dusta tentang Tsa’labah itu adalah Tsa’labah awalnya adalah orang yang sangat rajin beribadah Bersama Rasulullah saw, tidak pernah luput satu kalipun berjamaah dimesjid Bersama Nabi saw, namun dalam kesehariannya dalam beribadah Bersama Nabi ada yang berbeda pada diri Tsa’labah dengan sahabat-sahabat yang lain yaitu begitu shalat selesai Tsa’labah langsung bergegas keluar tidak menunggu zikir dan wirid setelah shalat, sehingga Rasulullah saw penasaran dan timbul tanda tanya 

sampai pada suatu Hari Rasulullah saw memanggil dan bertanya :
Kenapa engkau wahai Tsa’labah setelah shalat langsung bergegas pulang tidak menunggu zikir dulu..? Tsa’labah menjawab : wahai Rasulullah..! demi Allah sesungguhnya saya ini benar-benar orang yang sangat miskin tidak ada sedikit pun harta benda yang kami miliki sehingga memaksa saya untuk segera pulang kerumah karena isteri saya dirumah menunggu giliran memakai sarung ini Untuk shalat.

Sehinggah pada suatu hari atas desakan isterinya Tsa’labah bin Hathib Al Anshari mendatangi Nabi dan berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku diberikan harta.” Lalu Rasulullah bersabda: “Celaka engkau wahai Tsa’labah ! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya.” Kemudian Tsa’labah kembali kepadanya, dan berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar saya diberikan harta.” Nabi bersabda: “Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku. ”

Kemudian ia (Tsa’labah) berkata: “Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau meminta kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya kepada yang berhak menerimanya.”
Lalu Rasulullah berdo’a: “Ya Allah, berikankanlah harta kepada Tsa’labah.” Kemudian ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambing itu tumbuh beranak, sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya.

Sesudah itu, Tsa’labah menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah. Karena kesibukannya, ia hanya berjama’ah pada shalat zhuhur dan ‘ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama’ah sampai shalat Jum’at juga ia tinggalkan.

Suatu saat Rasulullah bertanya kepada para Shahabat: “Apa yang dilakukan Tsa’labah?” Mereka menjawab: “Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya.”

Maka Rasulullah mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya bersabda: “Pergilah kalian ke tempat Tsa’labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua.” Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa’labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya disana dibacakan surat dari Rasulullah. Dengan serta merta Tsa’labah berkata: “Apakah yang kalian minta dari saya ini, pajak atau semisalnya? Aku tidak mengerti apa sebenarnya yang kalian minta ini!”

Lalu keduanya pulang dan menghadap Rasulullah. Tatkala beliau melihat kedua-nya (pulang tidak membawa hasil), sebelum mereka berbicara, beliau bersabda: “Celaka engkau, wahai Tsa’labah! Lalu turun ayat :“Dan di antara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.’ Maka, setelah Allah mem-berikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. At Taubah : 75-76)

Setelah ayat ini turun, Tsa’labah datang kepada Nabi, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab: “Allah telah melarangku menerima zakatmu.” Hingga Rasul wafat, beliau tidak mau menerima sedikit pun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, ‘Umar, serta ‘Utsman pun tidak menerima zakatnya di masa kekhilafahan mereka. Tsa’labah wafat pada masa kekhilafahan Utsman bin ‘Affan.

Naah..! itulah kisah singkat yang sangat masyhur tentang Diri Tsa’labah Radhiyallahu ‘anhu, semoga Allah meridhainya, yang ternyata adalah Bohong, tidak benar.
Sekarang mari kita periksa beberapa literature, referensi, perkataan Ulama para ahli sejarah tentang palsuannya kisah Tsa’labah itu.. :
قال ابن هشام :هو ثعلبة بن حاطب بن عمرو بن عوف بن مالك الأنصاري الأوسي.
وهو من بني أمية بن زيد ومن أهل بدر، وليس من المنافقين فيما ذَكَرَ لي مَنْ أَثِقُ بِهِ من أهل العلم
Berkata Ibnu Hisyam (Ulama ahli Nahu dan pakar sejarah wafat tahun 213 H. salah seorang murid dari Ibnu Ishaq wafat 150 H) :
Tsa’labah bin Hathib bin ‘Amr bin ‘Auf bin Malik Al-anshari al-Ausy beliau berasal dari bani Ummayyah bin Zaid dan salah seorang Pasukan Badar dan bukan dari golongan munafiqin pada apa yang telah menyebut bagiku oleh orang yang aku percayai
  Imam Ibnu Katsir سيرة ابن كثير Jilid 2 hal 244
وقد ثبت أنه قال لا يدخل النار أحد شهد بدرًا والحديبية وحكى عن ربه أنه قال لأهل بدر: "اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم", فمن يكون بهذهالمثابة كيف يعقبه الله نفاقًا في قلبه وينزل فيه ما نزله الظاهر أنه غيره والله أعلم
Dan tersebut dalam hadis yang shahih bahwa Rasulullah saw bersabda “Tidak akan masuk neraka seseorang yang ikut menyaksikan perang badar dan Hudaybiyah”
Dan dalam sebuah Hadis Qudsi Rasulullah saw menceritakan bahwa Allah swt berfirman kepada ahli Badar “ kerjakanlah apa yang kalian kehendaki sungguh telah aku ampuni bagi kalian “ Maka orang yang memiliki kedudukan seperti ini bagaimana bisa Allah memasukkan penyakit nifaq kedalam hatinya(Tsa’labah) dan turun ayat yang zhahirnya adalah untuk orang lain. Wallahu a’lam.
الإصابة في تمييز الصحابة

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani jilid 1 hal 400
Imam Ath-thabrisi menyebutkan dalam kitabnya Majma’al Bayan fi Ahkamil Quran “ dikatakan orang “Ayat-ayat dalam surat Attaubah itu turun berkaitan dengan Hathib bin Balta’ah, dan dia ini memiliki harta di negeri Syam dan kesulitan baginya untuk mengambil dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat mengambilnya lalu bersumpah jika allah mendatangkan hartanya itu dia akan bersedekah lalu Allah mendatangkan harta itu dan dia tidak melaksanakan sumpahnya.

Imam Ibnu Katsir Menyebutkan dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah bahwa Hathib bin Balta’ah adalah salah seorang dari orang-orang yang membangun Mesjid Dhirar dan adalah orang yang membangun masjid dhirar itu berjumlah dua belas orang dan diantara mereka adalah Khuzam bin Khalid dan masjid Dhirar itu dibangun disamping rumahnya Hathib bin Balta’ah, sedangkan Tsa’labah bin Hathib tidak sesuai ayat ini untukya karena salah seorang Ahli badar dan syahid di Uhud.

Diantara ulama yang mengatakan kisah Tsa’labah ini palsu/dha’if jiddan/Munkar adalah 1. Imam Ibnu Hazm 2. Imam Al-Bayhaqi 3. Imam Al-Qurthubi 4. Imam Az-zahabi 5. Imam Hafizh Al-‘Iraqi 6. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami 7. Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani. 8. Imam As-suyuthi (asbabun-nuzul hal – 121)

Allah swt berfirman : Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) dibawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu dia memberi ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat. Surat Al-Fath : 18

Tsa’labah termasuk kedalam orang yang masuk kedalam ayat ini.
Barang siapa yang ingin Informasi lebih detil tengtang Tsa’labah, ini ada kitab Karangan Syeikh Abi Usamah Salim bin ‘Aid Al-Hilali yaitu kitab
الشهاب الثاقب في الذب عن الصحابي الجليل ثعلبة بن حاطب

Penutup
Kisah tentang Tsa’labah ini selain Palsu riwayatnya, juga buruk secara makna, hendaknya kita jangan menceritakannya karena dapat menjatuhkan kita kepada dosa :
Pertama : Kita berdusta atas nama Rasulullah :
Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian berdusta atas namaku. Sungguh, orang yang berdusta atas namaku hendaklah ia masuk Neraka.” (HR. Bukhari)
Kemudian riwayat ini juga mengandung makna bahwa Rasulullah tidak memaafkan Tsa’labah sampai dirinya wafat. Ini jelas bertentangan dengan akhlak Beliau yang asyidda’u ‘alal kuffar wa ruhama’u bainahum – keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang terhadap mereka (orang-orang mukmin/para sahabatnya).
Kedua : Kita menuduh seorang Shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang buruk. 
Di antara keyakinan pokok aqidah ahlussunnah adalah kewajiban menghormati dan memuliakan para sahabat nabi radhiyallahu’anhum jami’an. Termasuk dalam pengertian ini adalah menjauhi segala bentuk perkataan yang bisa merendahkan mereka.
Yang dikisahkan dalam kisah diatas adalah salah satu sahabat nabi yang mulia, bernama Tsa’labah bin Haathib seorang Ahli Badar dan golongan Anshar, tetapi diburukkan citranya sebagai sosok yang durhaka. Hal ini merupakan tuduhan yang berat. Padahal Ahli Badar telah Allah Ta’ala maafkan dan diampuni dosa-dosanya, dan dijamin masuk surga, sebagaimana diriwayatkan oleh hadits-hadits shahih.
Ketiga : Mensifati Allah dengan sifat bukan pengampun.
Selain itu, riwayat ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala menolak amal shalih dan permohonan ampun hambaNya. Bukankah ini bertentangan dengan sifat Allah Ta’ala sebagai Al Ghafur (Maha Pengampun) dan Ar Rahim (Maha Penyayang). Padahal bisa dikatakan, seandainya benar kisah tersebut, kesalahan Tsa’labah tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat dalam syari’at.
Maka sekali lagi, hendaknya kita hati-hati terhadap kisah ini, sebab akan membawa dampak pembunuhan karakter terhadap sahabat Nabi saw, dan itu pun menjadi dusta atas nama sahabat nabi dan merupakan celaan terhadap mereka. Dan, mencela sahabat nabi tidaklah sama dengan mencela manusia kebanyakan. Rasulullah bersabda : “ Barangsiapa mencela Shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, Malaikat dan seluruh manusia.” (HR.Ath-Thabrani ).Wal ‘Iyadzu billah.

Semoga bermanfaat, dan Al-Faqir berharap lewat tulisan singkat ini agar tidak adalagi orang-orang yang menceritakan kisah palsu ini dan kalaupun ia ingin menyampaikannya dalam khutbah2 ataupun pengajian hendaklah dia menyampaikan kepada jamaah bahwa kisah Tsa’labah ini adalah palsu.
Bahkan Al-Faqir sendiri pernah mendengar seseorang yang menghardik muridnya yang kikir dengan menyebutnya Tsa’labah sebagai bahan hinaan kepadanya. Nauzubillah.! 
Sekian terimakasih Wassalam. Wallahu A’lam (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post