Konflik Aceh - Perubahan Undang-Undang Pemerintah Pusat 

Aceh Kekecewaan rakyat Aceh dapat terlihat ketika pemerintahan orde baru mencabut undang-undang No 18 Tahun 1965 dengan menetapkan Undang-undang yang baru yaitu UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. 


Dimana kita ketahui UU No. 18 tahun 1965 memberikan Aceh daerah istimewa dengan otonomi luas. 


Kemudian pihak pemerintah pusat menerapkan Penyelesaian konflik Aceh yang cenderung terlalu bersifat militerisasi dengan menetapkan aceh sebagai daerah Operasi Militer, dimana pada saat pelasanaan DOM di Aceh banyak terjadi pelangggaran HAM yang dilakukan oleh oknum TNI/Polri juga membuat konflik Aceh semakin besar karena rakyat Aceh yang menjadi korban DOM ini lebih mendukung GAM di bawah pimpinan PMY Tgk M.Hasan Tiro. Faktor-faktor lain yang menimbulkan munculnya kekecewaan di rakyat Aceh, dan kekecewaan itu terealisasi melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 


Dalam memahami konflik Aceh perlu dipahami bahwa konflik Aceh adalah konflik yang multidimensional. Tidakkah mungkin untuk menyebutkan satu factor yang menjadi akar konflik. Faktor ekonomi, politik, social dan budaya secara keseluruhan memberikan kontribusi terhadap kompleksitas konflik di Aceh. Maka dari itu, konflik Aceh harus dipahami melalui pendekatan yang komprehensif dari berbagai faktor  dari berbagai faktor seperti: histories, politik, ekonomi, cultural dan hukum. Pemahaman yang akan kita dapat dari pendekatan yang komprehensif tersebut, akan memberikan kita sebuah gambaran bahwa akar permasalahn yang ada di dalam konflik tersebut juga sebaiknya dipandang secara multidimensi. 

EMBUN-EMBUN KEKUASAAN DALAM DEMOKRASI DAN IDEPENDENT
"Kebenaran yang Tak Terorganisir akan Dikalahkan oleh Kebathilan yang Terorganisir" 
(Saidina Ali R. A.)

Post a Comment

Previous Post Next Post