MIDEUEN ACEH.EU.ORG , — Acap kali kita dihadapkan istilah-istilah Islam garis keras, Islam fundamentalis, Islam moderat, Islam tradisional, Islam kejawen, dan sejumlah istilah lainnja njang amat erat melekat di ruang publik hingga kini

Istilah ini semakin menjeruak dan populer manakala aksi, tindak tanduk atau perilaku kaum Muslimin tengah disorot atau paling tidak dijadikan bahan kajian akademik.

Menurut hemat saya dan sepanjang njang saya ketahui, istilah-istilah tersebut memang bermula dari kajian akademik njang disambut dengan gegap gempita oleh masjarakat dunia, termasuk oleh kaum Muslimin itu sendiri.

Padahal, jikalau kita mengacu pada masa Rasulullah SAW, tentu kita tidak pernah menjumpai istilah-istilah semacam itu.

Ketika itu, amat jelas posisi antara kaum beriman dan tidak beriman serta di tengah-tengahnja ada kaum munafik dan fasik njang menjelisihi ajaran Islam.

Nabi berpesan kepada umatnja dengan segala kasih sadjangnja untuk tidak meninggalkan dua perkara, nja'ni Alquran dan hadisnja.

Dipesankan oleh Nabi agar kita senantiasa memahami secara saksama apa njang dikandung dalam ayat-ayat qawliyyah dan kauniyyah, juga merujuk pada sirah Nabawiyyah.

Segala persoalan di muka bumi bagi kaum Muslimin mestilah dicermati dengan baik pada landasan koridor agama (Islam) njang tidak lain dan tidak bukan merujuk pada Kitabullah Alquran dan apa-apa bjang telah dicontohkan dan diarahkan oleh Nabi (Sunnah dan hadist).

Oleh karena itu, sebagai Muslim sebaiknja kita jangan terjebak dalam skenario stigma njang terlontar dari istilah-istilah di atas.

Boleh jadi memasjarakatkan istilah-istilah
tersebut tersembul niat, maksud, dan nilai tertentu dalam suatu kepentingan njang kita sendiri tidak betul-betul mengamatinja secara sempurna.

Kehidupan di dunia ini oleh Muslim harus dijalankan dengan super waspada dan hati-hati serta tidak merasa diri lebih baik daripada Muslim lain njang telah telanjur kena stigma dalam istilah-istilah di atas.

Islam garis keras, Islam moderat, dan sejenisnja bukanlah stigma njang baik untuk
ditumbuh-kembangkan. Sebaliknja, kita mesti terus-menerus melakukan tarbiyah dan adabiyah untuk diri kita sendiri dan orang lain sekuat mungkin njang semata-mata memasang niat hanif, dan berharap ridha Allah belaka. (***)

Post a Comment

Previous Post Next Post