MIDEUEN ACEH.EU.ORG , WASHINGTON DC - Seorang pemuda belia dari kabilah Aslam sedang termenung sendirian
agaknya dia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membebani hatinya.
Pemuda itu bertubuh kuat, gagah, penuh gairah untuk menghadapi masa
depan yang penuh berbagai tantangan. Badanya tegap dan kuat, sanggup
untuk dihadapkan pada perjuangan seperti yang sedang dilakukan oleh
yang lain, jihad fisabilillah. Adakah jalan yang lebih afdol dan
lebih mulia dari jihad fisabilillah..? Rasa-rasanya tak ada. Sebab
itulah satu-satunya jalan jika memang benar-benar telah menjadi
tujuan dan niat suci untuk mencari restu dn ridho Allah SWT. "Demi
Allah, inilah satu kesempatan yang sangat baik", kata hati
pemuda itu. Yah,.....sebab disana, serombongan kaum muslimin sedang
bersiap menuju juang jihad fisabilillah.
Sebagian
sudah berangkat, sebagian lagi baru datang, dan akan segera
berangkat. Semuanya menampakan wajah yang senang, pasrah, dan tenang
dengan satu iman yang mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu
keyakinan penuh, bahwa sebelum ajal berpantang mati. Maut akan
menimpa diman pun kita berada. yakin bahwa umur itu satu. kapan kan
sampai batasnya, hanya Allah yang maha tahu. Bagaimana sebab dan
kejadianya, takdir Allah lah yang menentukan. Maut, adalah sesuatu
yang tak dapat dihindari manusia.
Dia
pasti datang menjemput manusia. Entah disaat manusia sedang duduk,
diam di rumah, atau mungkin berada dalam perlindungan benteng yang
kokoh, mungkin pula sedang bersembunyi ditempat persembunyiannya, di
gua yang gelap, di jalan raya yang ramai, ataukah di medan
peperangan. Bahkan bukan mustahil maut akan menjemput kala manusia
sedang tidur, di atas temapt tidurnya. Semua itu hanya Allah lah yang
berkuasa, dan berkehendak atasnya.
Menunggu
kedatangan maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa. Betapa
tidak? Hanya sendirilah yang dapat dibawa menghadap penguasa yang Esa
kelak. Medan juang fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh
keberanian dan keikhlasan mencari ridho Allah semata.
Mereka yang
berjiwa suci ditengah-tengah tubuh yang perkasa. Angan-angan ikhlas
yang disertai hati yang bersih. Memang, saat itu keberanian telah
menjiwai setiap kalbu kaum muslimin. Panggilan dan dengungan untuk
jihad fisabilillah merupakan angan-angan dan tujuan harapan mereka.
Mereka
yakin, dibalik hiruk-pikuknya peperangan Allah telah menjanjikan
imbalan yang setimpal baginya. Selain dengan itu dia dapat
membersihkan jiwanya dari berbagi noda. Baik itu berupa noda-noda
aqidah, niat-niat jahat, berbagi dosa perbuatan ataupun kekotoran
muamalah yang lain. Pengorbanan mereka yang mulia itu menunjukan
kepribadian yang baik dan luhur. Semua sesuai dengan ajaran agama
yang murni. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercu
suar yang menerangi dunia dan isi alam semesta.
Itulah
renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia berkata
seolah kepada diri sendiri. "Harus ! harus dan mesti aku berbut
sesuatu. Jangan kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hamabtan dan
penghalang mencapai tujuanku." Mantap, penuh keyakinan dan
semangat yang tinggi pemuda tersebut ini menggabungkan diri dengan
pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu memang masih belia, namun cara
berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya keras, ketangksan dan
kelincahan menjadi jaminan kegesitanya di medan juang. Namun mengapa
pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut serta dalam barisan
pejuan? Seababnya hanya satu. Dia tidak mempunyai bekal dan senjata
apa-apa yang dapat dipakainya untuk berperang karena kemiskinan dan
kefakiranya.
Sebab
pikirnya, tidak mungkin untuk terjuan ke medan perjuangan tanpa
senjata apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu melakukan apapun.
Bahkan dia tidak akan berfungsi apa-apa. Mungkin untuk menyelamatkan
diri saja, dia tidak mampu. Inilah yang menjadikan pemuda itu
berfikir panjang lebar. Otaknya bekerja keras agar hasratnya yang
besar berjuang dapat tercapai.
Setelah
tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah SAW.
Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang
besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidk
mengharapkan apa-apa dari keikutsertaanya berjaung. Dikatakanya
kepada Rasulullah SAW, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan
duniawi kepada Rasulullah; Dia hanya menginginkan bagaimana caranya
agar dia dapat masuk barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal
demikian, Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat meneliti dan
memandang pemuda tersebut: "Hai pemuda, sebenarnya apa yang
engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?".
"Saya
ingin berjuang, ya Rasulullah!" jawab pemuda itu. "Lalu apa
yang menghalangimu untuk melakukan itu", tanya Rasulullah SAW
kemudian. "Saya tidk mempunyai perbekalan apa-apa untuk
persiapan perjaungan itu ya Rasulullah", jawab pemuda tersebut
terus terang. Alangkah tercengangnya Rasulullah mendengar jawaban
itu. Cermat diawasinya wajah pemuda tersebut. Wajah yang
berseri-seri, tanpa ragu dan penuh keberanian menghadap maut,
sementara disana banyak kaum munafikin yang hatinya takut dan gentar
apabila terdengar panggilan seruan untuk berjaung jihad fisabilillah.
Demi
Allah! jauh benar perbedaan pemuda itu dengan para munafiqin di sana.
Kaum munafiqin yang dihinggapi rasa rendah diri, selalu mementingkan
diri-sendiri. Mereka tidak suka dan tidak mau memikul beban dan
tanggung jawab demi kebenaran yang hakiki. Kaum yang tidak senang
hidup dalam alam kedamaian dan ketentraman dlam ajaran agama yang
benar. Mereka lebih suka berada dalam hidup dan suasana kegelapan dan
kekalutan. Ibarat kuman-kuman kotor, yang hidupnya hanya untuk
mengacau dan menghancurkan apa saja. Celakalah mereka yang besar dan
tegap badan serta tubuhnya namun licik dan kerdil pikiran serta
hatinya.
Kebanggaanlah
bagimu yang tepat hai pemuda! semogalah Allah banyak menciptakan
manusia-manusia sepertimu. Yang dapat menjadi generasi penerusmu.
Yang akan menjunjung tinggi kemulyaan Islam, budi pekerti yang mulia
menuju alam yang bahagia sejahtera lahir batin.
Benar,
kaum muslimin sangat memrlukan jiwa yang demikian. Jiwa yang besar
penuh keyakinan, dan juga keberanian yang mantap. Sepantasnya pemuda
seperti dari kabilah Aslam itu mendapat segala keperluan serta
keinginanya untuk melaksanakan hasrat cita-cita keinginan itu.
Rasulullah SAW akhirnya berkata kepada pemuda Aslam tersebut:
"Pergilah engkau kepada si Fulan! Dia yang sebenarnya sudah siap
lengkap dengan perlatan berperang tapi tidak jadi berangkat karena
sakit. Nah pergilah kepadanya dan mintalah perlengkapan yang ada
padanya."
Pemuda
itu pun bergegas menemui orang yang ditunjukan Rasulullah SAW tadi.
Katanya kepada si Fulan: "Rasulullah SAW menyampaikan salam
padamu juga pesan. Beliau berpesan agar perlengkapan perang yang
engkau miliki yang tidak jadi engkau pakai pergi berperang agar
diserahkan kepadaku." Orang yang tidak jadi berperang itu penuh
hormat menjalankan perintah Rasulullah SAW sambil mengucapkan:
"Selamat datang wahai utusan Rasulullah! Saya hormati dan taati
segala perintah Rasulullah SAW."
Segera
dia menyuruh istrinya untuk mengambil pakaian dan peralatan perang
yang tidak jadi dipakainya. Diserahkan semua itu pada pemuda kabilah
Aslam. Sambil mengucapkan terima kasih pemuda tersebut menerima
perlengkapan itu. Sebelum dia berangkat dan meninggalkan rumah itu,
pemuda tersebut sempat berucap: "Terima kasih sebesar-besarnya.
Anda telah menghilangkan seluruh duka dan keputusasaanku. Bagimu
pahala Allah yang besar tiada taranya. Terima kasih.........Terima
kasih."
Pemuda
suku Aslam itu kemudian keluar dengan riang. Wajahnya bersinar
gembira. Dengan berlari-lari dia meningalkan rumah orang yang tidak
jadi berperang itu. Di tengah jalan pemuda tersebut bertemu dengan
salah satu temanya yang keheranan dan bengong. Tanyanya: "Hai,
hendak kemana engkau?", "Aku akan menuju janntul firdaus
yang selebar langit dan bumi", jawab pemuda itu dengan singkat
dan tepat (*)
Post a Comment